***
***
“Bagaimana dengan hasil interogasinya?” Tanya WM pada salah seorang anak buahnya yang baru saja keluar dari ruangan pemeriksaan.
“Mereka sama sekali tidak merubah pernyataan mereka, komandan!” Jawab anak buahnya dengan sikap tegas.
“Jadi mereka tetap mengatakan kalau mereka dikalahkan oleh manusia yang dapat bergabung dengan Nitenoid?” Tanya WM lagi.
“Benar, mereka tetap tidak mengubah pernyataan tersebut berapa kali pun kami bertanya.” Jelas si anak buah.
WM menggaruk-garuk kepalanya dengan raut wajah bingung.
“Benar-benar orang-orang yang menyusahkan saja, tapi biarlah, justru
ini akan jadi menyenangkan. Suruh orang-orang kita yang ada dalam
ruangan pemeriksaan untuk keluar, aku sendiri yang akan memeriksa
mereka!” Perintah WM tegas.
“Siap, komandan!” Sahut anak buahnya. Dia kemudian langsung berlari
masuk kembali ke ruangan pemeriksaan, dan beberapa saat kemudian keluar
lagi bersama dengan dua orang lainnya yang tadi tengah menginterogasi
para tersangka.
WM menghampiri ketiga bawahannya itu sambil tersenyum senang penuh
misteri, “Biarkan aku yang mengatasi mereka setelah ini, kalian
istirahat saja.”
Melihat senyuman aneh di wajah komandan mereka, ketiga pasukan itu langsung bergidik ngeri.
“Ba-Baik, komandan!” Jawab mereka dengan gugup.
WM pun masuk ke dalam ruangan pemeriksaan.
Setelah komandan mereka pergi, mereka pun mulai menerka-nerka apa
yang akan komandan mereka
lakukan dengan para tersangka di dalam sana.
“Apa yang akan dilakukan oleh komandan kira-kira di dalam?”
“Entahlah, tapi mungkin dia akan melakukan sesuatu yang menyeramkan.”
“Ah, aku pernah mendengar tentang itu! Pasti komandan akan melakukan itu!”
“Apa yang kau maksud dengan ‘itu’?”
“Hukuman yang hanya bisa dilakukan oleh komandan seorang.”
“Heee. . . Hukuman macam apa itu memangnya?”
“Kalian pernah tahu kenapa komandan bisa jadi komandan di umurnya
yang masih begitu muda seperti itu?” Tanya salah seorang di antara
mereka bertiga yang nampaknya tahu semuanya.
“Tidak, kami sama sekali tidak tahu.” Sahut kedua temannya menggelengkan kepala.
“Dia dikabarkan punya kekuatan misterius. Dia menurut kabar selalu
menghukum orang-orang dengan cara membuat mereka setengah mati dan tak
sadarkan diri, dan katanya orang-orang yang itu setelah sadar akan
meminta ampun dan tidak mau bertemu dengan komandan karena ketakutan.”
Jelas si pasukan yang tahu segalanya.
“A-Apa komandan semenakutkan itu?” Tanya salah satu dari kedua kawannya tidak percaya.
“Justru itu, karena ketakutan yang diberikannya kepada para tersangka
membuat namanya cepat terkenal, dan komandan sebelumnya akhirnya
mengetahui itu. Komandan sebelumnya akhirnya memutuskan untuk pensiun
karena merasa sudah ada yang bisa menggantikan dia dalam menangani
kejahatan. Tapi, yang jadi masalah itu sebenarnya belum pernah ada
satupun orang yang mengetahui kekuatan komandan WM yang sebenarnya,
itulah sisi paling menakutkan darinya.” Jelasnya lagi meyakinkan
kawannya tersebut.
“Ternyata dia jauh lebih mengerikan daripada apa yang kukira. . .
Tapi, kalau dia memang punya kekuatan seperti itu, dia pasti popular kan
di kalangan para gadis? Tapi sebenarnya aku belum pernah melihatnya
dengan seorang gadis pun sih. . .” Komentar seorang yang lainnya.
“Ya, tentu saja! Dia sangat popular di kalangan para gadis, tapi dia
selalu menolak para gadis tersebut dengan alasan dia sudah memiliki
seseorang.” Kata si pasukan yang ‘serba tahu’ menanggapi.
“Ngomong-ngomong soal itu, aku pernah dengan rumor juga kalau
komandan terburu-buru ingin menjadi komandan karena ingin mencari
seseorang di masa lalu. . .” Kata si pasukan yang bertanya di awal.
“Ssssst! Jaga mulutmu! Kalau sampai komandan mendengarnya, kau bisa habis nanti.”
“Eh? Memangnya ada yang salah ya dengan kata-kataku?”
“Kau pernah dengar tentang menghilangnya salah seorang pasukan di pesawat ini?”
“Ah! Aku tahu tentang insiden itu! Tapi, sampai sekarang penyebab hilangnya awak itu masih belum diketahui, kan?”
“Eeeh. . . Aku tidak tahu soal itu sebelumnya.”
“Diamlah kalian berdua! Penyebab menghilangnya awak itu memang
sengaja tidak diungkapkan ke public karena sebenarnya komandanlah yang
melenyapkan awak itu dengan tangannya sendiri.”
“Heeeeee!? Yang benar saja!?”
“Menurut rumor yang kudengar komandan tidak sengaja mendengar kalau
awak itu membicarakan tentang masa lalunya. Lalu, karena tidak mau jati
dirinya terbongkar maka komandan pun memanggil awak itu, dan sejak saat
itu awak itu menghilang entah kemana bagaikan ditelan oleh bumi.”
“Jadi dia benar-benar sesensitif itu ya orangnya, aku baru tahu. . .”
PLEK!
“Apa yang kau baru tahu?” Tanya WM yang tiba-tiba muncul sembari
menaruh telapak tangannya di pundak salah satu bawahannya itu. Dia
nampaknya telah selesai dengan pemeriksaannya sementara ketiga anak
buahnya membicarakan dirinya.
“Tidak komandan! Aku baru tahu tentang cara memasak omuraisu dengan benar!” Jawab anak buahnya itu mengarang.
“Hooo. . . Kalau begitu kapan-kapan traktir aku dengan masak
buatanmu, aku tunggu.” Kata WM seraya melangkah pergi meninggalkan
ketiga anak buahnya itu membuat mereka dapat menarik napas lega.
“Haaaah. . . Untung saja dia tidak mendengar kita tadi.”
“Daripada itu, bagaimana dengan para tersangka? Ayo kita lihat!”
“Baiklah! Lebih baik kita pastikan saja apa yang komandan lakukan pada mereka.”
Ketiga orang itu kemudian masuk ke dalam ruangan pemeriksaan dengan
terburu-buru. Di sana mereka mendapati pemandang yang sangat tidak sedap
dipandang mata.
Ketiga orang tersangka telah kehilangan kesadaran mereka dalam
kondisi mengenaskan. Sang pria tidak sadarkan diri dengan wajah yang
babak belur, dan beberapa anggota tubuh yang patah di sana-sini.
Sedangkan kedua Nitenoid yang menemaninya tidak sadarkan diri dengan
armor yang hancur berkeping-keping dan nyaris tidak bersisa.
“I-Inikah kekuatan komandan kita yang sebenarnya. . .?”
“Ini benar-benar menyeramkan. . .”
“Aku tidak pernah melihat yang seperti ini sebelumnya.”
“Mulai sekarang kita semua harus berhati-hati dengan komandan baru kita itu.”
“Ya, nampaknya aku tidak ada pilihan lain selain setuju.”
“Aku juga nampaknya begitu.”
***
Kedatangan pesawat misterius yang membawa sekumpulan pasukan di
dalamnya itu ternyata menarik perhatian dua orang yang kemudian muncul
di luar pesawat.
“Kau yakin benar itu pesawatnya?”
“Tentu saja, radar yang kuciptakan tidak akan pernah salah. Lagipula, tidak ada pesawat lain kan di sekitar sini?”
“Benar juga sih, pesawat di depan ini memang bukan seperti pesawat pada umumnya yang ada di zaman sekarang.”
“Benar kan? Kalau begitu lebih baik kita periksa sebenarnya apa tujuan mereka mendarat di tempat ini.”
“Hm! Kita harus segera pastikan apa mereka datang sebagai kawan atau lawan.”
Kedua orang itu yang tidak lain adalah Hakase dan Reika berjalan
hingga ke depan pesawat dan mereka memanggil awak pesawat misterius
tersebut.
Sang awak dengan segera langsung pergi melapor tentang kunjungan
kedua orang itu kepada sang komandan. “Lapor komandan! Kita kedatangan
dua orang tamu dari masa sekarang!” Ujarnya melapor.
“Ternyata ada juga ya yang bisa mendeteksi kedatangan kita ke masa
ini? Kupikir tidak akan ada tekhnologi manusia di zaman ini yang bisa
mendeteksinya.” Komentar sang komandan santai.
“Maaf mengomentari ucapan anda, komandan, tapi saya rasa salah satu
dari mereka berasal dari masa kita. Dia nampak seperti seorang
Nekonoid.”
“Hooo. . . Jadi ada kucing liar yang lepas juga di masa ini? Menarik,
aku akan segera keluar dan mengucapkan salam kepada mereka berdua.”
Sang komandan bernama WM itu pun kemudian pergi keluar dan menemui
Hakase serta Reika yang telah menunggunya. Dia langsung tersenyum penuh
misteri ketika bertemu dengan dua wajah yang baru pertama kali
dilihatnya itu.
“Jadi kau yang menjadi penanggungjawab pesawat ini?” Tanya Reika tanpa berbasa-basi.
WM menuruni tangga dari pesawat dan berjalan ke hadapan Reika dan
Hakase. “Ya, begitulah. Aku adalah komandan yang menjadi pemimpin para
awak di dalam pesawat ini. Namaku WM, salam kenal.” Jawabnya seraya
memperkenalkan diri.
“Apa yang kau inginkan dengan mendarat di tempat ini. . . dan di masa ini?” Tanya Reika lagi.
WM tertawa kecil, “Tunggu dulu, tunggu dulu. Apa itu tidak sopan
namanya ketika seseorang memperkenalkan dirinya tapi tak mendapat
balasan apapun?”
“Jangan terlalu terbawa perasaan, aku kesini bukan untuk berkenal ,-“
Hakase menahan Reika agar tidak meneruskan perkataannya.
“Kenapa kau menahanku, Hakase?” Tanya Reika kesal.
“Kita kesini bukan untuk mencari keributan, tapi hanya untuk mencari info, ingat?” Hakase menjawab dengan berbisik-bisik.
“Cih, aku tahu itu, tapi dia benar-benar menyebalkan!”
“Aku juga tahu itu, tapi ini orang ini nampaknya berbahaya dan kita
harus mendekatinya secara hati-hati atau kita sendiri bisa dalam bahaya
besar.”
“Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?”
“Biar aku yang melanjutkan pembicaraan ini.”
Reika pun akhirnya mengalah dan membiarkan Hakase yang berbicara
dengan WM untuk menggali informasi tentang kedatangannya beserta para
pasukannya.
“Maaf soal ketidaksopannya tadi, sebelumnya aku ingin memperkenalkan
diri. Aku biasa dipanggil Hakase, dan dia adalah Reika-san.” Kata Hakase
memperkenalkan dirinya.
“Hakase dan Reika-san, ya? Jadi apa yang ingin kalian tanyakan tadi?” WM membalas dengan mengajukan pertanyaan.
“Aku dan Reika-san hanya ingin tahu maksud kedatanganmu dan para
pasukanmu yang kau bawa dengan pesawat di depan kita ini. Asal kau tahu,
mendaratkan pesawat di sini tanpa izin sama dengan pelanggaran apalagi
kau bukan dari masa ini.” Jelas Hakase tanpa berbelit-belit.
WM kembali tertawa kecil, “Jadi kalian memang benar-benar tahu kalau
aku dan pasukanku bukan berasal dari masa ini ya? Benar-benar menarik,
hahaha!”
“Daripada itu lebih baik kau segera jelaskan. Aku bisa saja
mengusirmu dari sini, tapi itu tergantung dari jawaban yang kau
berikan.” Hakase menaikkan nada bicaranya.
WM berbalik badan dan kembali meniti tangga naik menuju ke dalam
pesawatnya, “Aku tidak punya waktu untuk menjelaskan itu semua kepada
kalian karena kalian tidak punya nilai apa-apa di hadapanku. Sampai
jumpa.” Katanya tanpa membalikan badannya.
Reika kembali terpancing emosinya dan dia segera melompar ke arah WM dengan posisi siap menyerang.
“Jangan bicara sok keren begitu!” Serunya sambil memperlihatkan cakar-cakar di jari tangannya.
“Reika-san! Kau jangan bertindak berlebihan seperti itu!” Seru Hakase
berusaha mencegah tindakan Reika, tapi sayang itu sudah terlambat.
Reika telah dikuasai emosinya dan dia sendiri telah bersiap untuk
menyerang WM.
DOOM!
Tangga pesawat hancur berantakan akibat serangan Reika yang begitu besar tekanannya.
“Bagaimana? Apa kau sudah belajar untuk tidak berbuat sok kere-n-?”
Reika terkejut ketika WM tersenyum kepadanya tanpa sedikit pun luka
di sekujur tubuhnya. Dia berhasil menghindari serangan Reika hanya dalam
sekejap saja dengan begitu mudah.
“Ba-Bagaimana kau bisa menghindari seranganku yang secepat itu?” Tanya Reika tidak percaya serangannya meleset.
“Sudah kubilang kan? Kalian tidak ada nilainya di hadapanku, dan lagi
aku kesini bukanlah untuk bertemu dengan kalian.” Jawab WM
menyombongkan dirinya. Dia kemudian melompat naik menuju pintu masuk
pesawatnya, dan sekali lagi dia menatap ke arah Reika dan Hakase yang
masih terheran-heran.
“Kukatakan satu hal kepada kalian, Nekonoid atau apapun bentuknya
tidak akan bisa melawanku. Aku adalah pria yang sudah melewati semua itu
dan menjadi komandan di pesawat ini.” Katanya seraya kemudian
menghilang dari pandangan kedua orang di luar pesawat itu bersamaan
dengan ditutupnya pintu pesawat.
Pesawat itu pun lepas landas dan meninggalkan bukit itu. Kedua orang
yang masih berada di sana hanya dapat menatap kepergian pesawat itu
dengan tatapan tidak percaya.
“Re-Reika-san? Apa kau tidak apa-apa?” Tanya Hakase cemas.
“A-Aku tidak percaya semua ini. Aku dikalahkan oleh seorang manusia
biasa. . . Kecepatanku dapat dikalahkan oleh seorang manusia biasa.
Sebenarnya siapa orang barusan?” Reika bertanya-tanya sendiri mengenai
identitas orang yang baru mengalahkannya itu.
***
Aku benar-benar tidak mengerti apa yang sekarang aku lakukan di tempat ini sekarang.
Kalau kalian bertanya kenapa aku berkata seperti itu? Mungkin kalian
perlu tahu bahwa sekarang aku dan Makoto ada di dalam sebuah gedung aneh
dan kami harus memindahkan alat-alat milik Mimi yang kami pakai di
klub.
“Aaaah. . . Kenapa kita para pria yang harus mengerjakan pekerjaan berat seperti ini?” Keluhku.
“Yooo! Sudahlah, Mikan, tidak ada gunanya kalau kau terus mengeluh
seperti itu. Para pria memang harus giat bekerja kan? Karena itulah kita
disebut sebagai pria!” Sahut Makoto yang terlihat lebih bersemangat
ketimbang diriku.
Aku hanya bisa menghembuskan napas panjang menanggapi ucapan Makoto.
Apa yang dikatakannya memang benar, tapi dengan melakukan ini aku jadi
sama sekali tidak memiliki waktu untuk beristirahat seperti biasanya.
Bermalas-malasan dan terus berada di rumah. Ya, biasa itu yang aku
lakukan sebelum Mimi datang ke masa ini. Setelah kedatangannya, di
kehidupanku terus bermunculan orang-orang aneh yang membuat hidupku
menjadi ramai dan kadang malah kacau.
“Padahal aku berpikir kalau Falcon bisa membantuku di saat-saat seperti ini. . .” Keluhku lagi.
“Yooo! Apa boleh buat kan? Dia harus kembali ke tempatnya untuk
sementara waktu.” Ujar Makoto mengingatkanku alasan Falcon pergi untuk
beberapa waktu ke depan.
Kembali ke beberapa hari ke belakang, saat itu aku dan yang lainnya
sedang berada di ruangan klub ketika Falcon datang dan berpamitan kepada
kami.
“Maaf semuanya, tapi aku harus pergi untuk sementara waktu.” Ucapnya.
“Apa!? Bukannya kau sudah berjanji untuk tidak pergi lagi?” Protesku begitu mendengar ucapannya itu.
“Bukan begitu, Mikan-san. Aku memiliki urusan yang tidak dapat aku
tinggalkan, tapi tenang saja karena ini bukan tentang orang-orang jahat
seperti yang kemarin kita temui.” Jelasnya kepadaku.
“Kalau begitu apa boleh buat kan? Kita harus membiarkan Falcon melakukan urusannya.” Kata Lavina mencoba meyakinkanku.
Aku sebenarnya saat itu ingin menahan Falcon untuk tidak pergi karena
aku tidak mau kalau dia sampai terlibat sesuatu yang aneh lagi dan
membuatnya sedih, tapi aku juga tahu bahwa seseorang pasti punya
satu-dua urusan yang harus dia selesaikan sendiri.
Akhirnya, dengan berat hati aku membiatkan Falcon pergi untuk
beberapa waktu. Kami melepasnya dengan melambaikan tangan dari jendela
ruangan klub kami.
“Cepatlah kembali! Kami akan menantikanmu!”
“Hm! Aku pasti akan segera kembali ke sini.”
Begitulah yang dia katakan kepada kami, tapi sejak saat itu dia belum juga kembali.
Sebenarnya aku sedikit cemas karena kepergiannya yang terlalu lama,
namun teman-temanku selalu meyakinkan bahwa anak itu akan baik-baik
saja. Jadi apa boleh buat, aku pun harus mempercayai apa yang mereka
percayai juga.
Dan lagi, sebenarnya yang kubutuhkan sekarang adalah bantuannya untuk
memindahkan barang-barang yang harus kami pindahkan ini. Dengan
kekuatannya, kami berdua pasti dapat menyelesaikan pekerjaan ini dengan
sangat cepat.
Ini juga semua salah Mimi, dia juga pergi di saat-saat penting
seperti ini dan meninggalkan tugas berat ini kepada kami. Dia seenaknya
saja dengan wajah polos dan membebani kami seperti ini.
Kembali ke dua hari yang lalu, ketika itu aku sedang berkumpul di
ruangan bersama dengan semua anggota klub lainnya. Mimi kemudian
mengetuk pintu dan masuk ke ruangan, lalu seenaknya dia mengucapkan
bahwa dia juga memiliki urusan dan harus pergi sementara waktu sama
seperti Falcon.
“Gomen ne, Minna-san. Aku harus pergi untuk sementara waktu
karena ada urusan yang sangat penting. Oleh karena itu, adakah di antara
kalian yang bisa membantu memindahkan alat-alat yang sebelumnya sudah
kujanjikan?”
Semua terdiam, tapi tak lama kemudian seluruh anggota perempuan yang
lain memasang mata ke arahku dan Makoto. Mereka menunjuk kami tanpa ragu
yang akhirnya membuat kami terbebani oleh tugas ini.
“Arigatou, Mikan-kun, Makoto-san, kalian sudah mau membantuku.” Kata Mimi berterima kasih.
“Tidak perlu berterima kasih.” Balasku sambil tersenyum meski dalam hati sebenarnya ingin menolak permintaan tersebut.
“Yooo! Itu tidak masalah! Demi kau, aku rela melakukan apa saja, Mimi-chan!” Sambung Makoto dengan begitu bersemangat.
Ketika di perjalanan pulang, aku bertanya tentang maksud kepergiannya yang begitu mendadak.
“Sebenarnya kau ingin kemana, Mimi-chan?” Tanyaku.
“Hmm. . . Aku tidak bisa mengatakannya sekarang, Ojii-chan, yang
pasti ini ada hubungannya dengan masa depan.” Jawabnya penuh misteri.
“Heee. . . Ayolah, jangan buat aku penasaran seperti itu.” Kataku sedikit memaksa.
“Sudahlah, Ojii-chan. Kalau sudah saatnya nanti kau pasti akan tahu sendiri.” Mimi bersikeras tidak mau memberitahuku.
Aku pun menyerah dan tidak bertanya lagi. Meskipun dalam hatiku aku
masih memiliki rasa penasaran, tapi aku berusaha menahannya paling tidak
hingga Mimi kembali nanti.
Begitulah yang terjadi dua hari lalu, dan kini aku bersama Makoto
bertugas memindahkan alat-alat milik Mimi di sebuah gedung yang
alamatnya diberikan oleh Mimi sebelum dia pergi.
Semua itu memang tidak membuatku protes, hanya saja yang
kupertanyakan adalah tempat kami sekarang memindahkan barang-barang yang
letaknya sepertinya amat terpencil. Gedung tempatku dan Makoto berada
jauh dari keramaian meskipun di sekitar gedung ini juga terdapat
beberapa bangunan yang nampak sudah ditinggalkan cukup lama oleh para
pemiliknya.
Kami memang tidak diharuskan memindahkan barang-barang ke ruangan
klub kami yang terletak di sekolah. Kami hanya diminta Mimi memindahkan
barang dari satu tempat ke tempat yang lain, setelah itu alat Mimi yang
lain yang entah apa namanya membawa barang-barang tersebut ke tempat
tujuan akhir.
Sudah cukup lama kami berdua melakukan ini, tapi barang-barang milik
Mimi nampak tidak pernah berkurang. Semua itu cukup untuk membuatku
kembali menghembuskan sebuah desahan panjang.
“Haaaaah, apa ini tidak akan pernah berakhir?” Keluhku.
Aku mengambil istirahat sejenak dari pekerjaan berat ini dan duduk di
salah satu kotak besar yang tak terpakai di luar gedung. Kuminum
sekaleng jus yang memang telah kupersiapkan sebelumnya untuk saat-saat
seperti ini.
“Yo! Makoto! Aku akan beristirahat sebentar, kau lanjutkan saja pekerjaanmu!”
“Yooo! Aku mengerti! Orang yang suka bermalas-malasan sepertimu
memang tidak cocok untuk bekerja seperti ini, jadi serahkan saja
padaku.”
“Kau ini. . . Tidak perlu mengatakan aku ini seorang pemalas kan!?”
“Yooo! Tapi itu memang kenyataan kan? Hahahaha!”
“Terserah kau saja, aku mau istirahat beberapa saat.”
“Yooo! Selamat istirahat dan hati-hati terkena masalah.”
“Memangnya masalah apa yang bisa terjadi di sini, hah?”
“Yooooo! Sudahlah, aku akan lanjutkan pekerjaan.”
Makoto kemudian pergi dari hadapanku dan melanjutkan pekerjaan kami,
sementara itu aku kembali melanjutkan istirahatku sembari menghabiskan
kaleng jus di tanganku.
“Dasar si Makoto itu, memangnya apa yang bisa terjadi di sini?” Kataku menggerutu.
Kupalingkan kepalaku ke kiri dan ke kanan sambil meneguk minumanku.
Tempat ini memang sangat sepi dan kelihatannya tidak ada siapapun
selain kami yang berada di sini. Beruntung bagi kami tidak ada yang
melihat kami melakukan pekerjaan aneh ini.
Ketika aku tengah memalingkan wajahku ke arah salah satu gedung kosong, tiba-tiba muncul cahaya yang menyilaukan dari dalamnya.
“Cahaya apa itu?” Tanyaku penasaran.
Aku segera turun dan berlari ke dalam gedung tersebut tanpa pikir
panjang lagi, entah kenapa rasa penasaranku kali ini mengalahkan rasa
malasku.
“Cahaya itu. . . Datang dari kotak itu.”
Sebuah kotak yang atasnya terbuka menjadi sumber cahaya terang itu, dan nampaknya itu bukanlah sebuah kotak biasa.
Aku melangkah mendekati kotak itu, tapi setibanya di sana ternyata
bukan kotak itu yang memancarkan cahaya melainkan sebuah plat datar
berbentuk persegi di bawah kotak itu yang memancarkan cahaya tersebut.
“Apa ini sebenarnya?” Tanyaku bingung sambil mengangkat kotak di
depanku itu agar aku dapat melihat plat di bawahnya dengan jelas.
ZUUUUUW!
Plat itu kali ini mengeluarkan cahaya yang sangat terang hingga
membutakan mata. Aku pun menutup mataku sejenak akibat silau dengan
cahaya tersebut, dan ketika aku membuka mata ternyata aku telah berada
di sebuah ruangan yang lain.
“Di mana ini? Kenapa aku bisa berpindah tempat?”
Samar-samar aku kemudian mendengar beberapa suara yang nampak sedang dalam sebuah perbincangan serius.
“Kita harus segera melaksanakan rencana kita atau kita harus kembali ke asal kita!” Ujar suara pertama.
“Tapi Aniki, kita masih harus melakukan beberapa hal
terutama dengan kedatangan para pasukan yang menyebut dirinya pembela
kebenaran itu.” Ujar suara kedua menolak usul suara pertama dengan
halus.
“Yang pasti kita harus berhasil menguasai waktu ini agar saat kita
kembali ke masa kita, kita bisa menjadi kakak beradik yang menguasai
kota!” Kata suara pertama dengan begitu ambisius.
“Tentu saja Aniki, kita pasti bisa merebut kota ini di masa
sekarang maupun di masa depan! Semua yang mengganggu kita, semuanya
harus dibereskan setelah semuanya siap!” Kata suara kedua kali ini
mendukung suara pertama.
“Tu-Tunggu dulu! Menguasai kota di masa sekarang dan di masa depan?
Apa maksudnya semua itu? Apa itu berarti mereka juga datang dari masa
depan sama seperti Mimi-chan dan Reika-san? Aku sama sekali tidak
mengerti!”
“Aku tidak peduli mereka mau apa di kota ini, tapi yang pasti kalau
terus berada di sini aku pasti akan terperangkap bahaya, aku harus
segera kabur!”
Aku merangkak perlahan-lahan dengan tetap mendekap kotak yang kutemukan itu.
Aku terus berusaha kabur dari tempat menyeramkan ini dengan tidak
mengeluarkan suara sama sekali, namun tiba-tiba tanpa kusadari ternyata
kakiku menghantam salah satu kotak-kotak kosong yang tersusun dan
menjadi tempat persembunyianku.
BRUAK!
Kotak-kotak kayu itu berjatuhan satu persatu dan akhirnya memperlihatkan diriku yang tengah merangkak mencoba untuk kabur.
Semua orang di sana yang rata-rata bertampang seram dan berbadan
kekar langsung melihatku dengan tatapan kaget. Namun, semua itu hanya
sesaat saja karena setelah itu mereka menatapku dengan pandangan tidak
suka.
“Penyusup! Cepat tangkap dia!” Perintah si pemilik suara pertama.
“Baik, Aniki!” Seru semua anak buahnya yang kemudian mulai mengejarku.
Tanpa pikir panjang lagi aku segera berlari keluar dari ruangan
tersebut dengan langkah yang terburu-buru. Tiba-tiba saat pelarianku
itu, sebuah suara yang sangat kukenal terdengar olehku dengan sangat
jelas.
“Ojii-chan! Ojii-chan! Kau ada di sana?”
“Mimi-chan! Kau kah itu? Di mana kau sekarang? Aku sedang ada dalam masalah!”
“Aku berkomunikasi dengan alat yang ada dalam kotak yang pegang sekarang.”
Aku segera mengecek isi kotak tersebut dan benar saja, salah satu
dari benda-benda di kotak itu adalah sebuah alat yang berlayar lebar
untuk berkomunikasi. Dari layar tersebut, aku dapat melihat wajah Mimi
dengan snagat jelas.
“Apa yang sebenarnya telah terjadi di sini, Mimi-chan?”
“Nampaknya kau telah berpindah dengan Telepo-Telepo milikku yang masih belum selesai.”
“Apa pula benda aneh bernama Telepo-Telepo itu? Kenapa aku bisa berpindah dengan itu?”
“Telepo-Telepo adalah alat yang kubuat untuk
menteleportasikan sesuatu atau seseorang ke sebuah tempat yang dituju,
tapi karena alat itu masih belum selesai jadi dia belum bisa memindahkan
ke tempat yang diinginkan, singkatnya dia hanya memindahkan Ojii-chan
secara acak.” Jelas Mimi dengan wajah yang merasa bersalah.
“Heee. . . Benar-benar alat yang sangat hebat, tapi bagaimana
sekarang aku kembali!? Aku sekarang dikejar oleh kumpulan orang-orang
jahat!” Keluhku sambil mengomel.
“Tenang saja, di kotak yang Ojii-chan pegang kalau tidak salah aku
menaruh beberapa alat, mungkin itu bisa digunakan untuk melawan mereka.”
Kata Mimi membuatku sedikit merasa tenang.
Aku mencoba mengeluarkan satu persatu alat dari kotak itu, dan kemudian kutemukan Gun-Gun
yang sudah cukup familiar. Akhirnya kuputuskan untuk menggunakan alat
itu, minimal untuk menakut-nakuti orang-orang yang mengejarku itu.
“Rasakan ini! Gun-Gun, Fire!” Seruku membuat
orang-orang itu terkejut. Namun, tak ada apapun yang terjadi melainkan
hanya asap yang keluar dari mulut senjata di tanganku itu.
Orang-orang yang mengejarku itu merasa dipermainkan dan semakin
marah, dan mereka pun mengejarku dengan semangat yang lebih membara.
“Dasar tidak berguna! Aku harus mencoba alat yang lain!”
Kuambil sebuah alat yang sepertinya bisa kugunakan untuk melawan
mereka. Ya, aku mengambil excali-excali. Meskipun kelihatan berbahaya
untuk menggunakannya, tapi kali ini aku tidak punya pilihan lain lagi.
“Matilah kalian dengan ini!” Seruku lagi sembari mengayunkan pedang di tanganku itu.
Excali-excali mengenai salah seorang dari mereka.
Awalnya, kukira orang itu akan terbelah menjadi dua bagian, tapi
kemudian hal yang lain justru terjadi. Orang yang kusentuh dengan
excali-excali justru tersengat oleh arus listrik yang bertegangan
tinggi.
ZZZZRRT! ZZZZRRT!
“Rasanya ini bagus! Aku bisa melawan mereka kalau dengan ini meskipun tidak bisa untuk memotong.”
“Oh iya Ojii-chan, kuperingatkan saja, kalau kau menggunakan
excali-excali dia memang akan menyetrum seseorang tapi setelah itu dia
akan memberikan sengatan listrik kepada pemiliknya juga.” Kata Mimi
memberiku peringatan.
Namun peringatan itu nampaknya sudah terlambat, sesaat kemudian aku juga tersengat oleh senjata dalam genggamanku itu.
ZZZZRRRT! ZZZZZRRRT!
“Kalau kau meletakkan benda berbahaya seperti ini kau harusnya bilang dari awaaaaal!”
“Maafkan aku Ojii-chan, aku lupa memberitahumu kalau di sana memang banyak alat gagal.”
“Bilang dari awal kalau begitu! Jadinya kalau begini aku tetap saja tidak bisa melawan mereka.”
“Ah! Tapi masih ada satu alat yang bisa Ojii-chan gunakan untuk melawan mereka!”
“Alat macam apa? Bukan salah satu alatmu yang gagal lagi kan, Mimi-chan?”
“Tentu saja bukan! Alat ini. . . Kalau tidak salah. . . Kacamata!”
Aku terdiam sejenak membuat orang-orang yang mengejarku sempat
kebingungan dengan tindakanku itu. Aku menarik napas dalam-dalam dan
menatap ke layar yang menghubungkanku dengan Mimi yang berada entah di
mana.
“Ini keadaan darurat! Mana mungkin aku bisa melawan mereka dengan
itu!” Seruku dengan suara keras ke arah layar. Orang-orang yang
mengejarku hanya melongo melihat sikapku yang tiba-tiba berubah aneh.
“Te-Tenang saja, aku mengatakan hal yang sejujurnya kok, kau bisa
menang dengan menggunakan kacamata itu.” Ujar Mimi berusaha
menenangkanku.
“Benarkah?” Tanyaku masih belum yakin.
“Kali ini kau bisa mempercayaiku, Ojii-chan!” Jawab Mimi dengan mantap.
Setelah aku mendengar itu, aku merasa tidak punya pilihan lain selain
percaya kepada keluargaku dari masa depan itu. Aku segera mencari benda
yang dimaksud, dan setelah kudapatkan aku segera memakainya.
“Hahahaha! Apa kau pikir dengan menggunakan kacamata itu dapat
membuatmu lebih keren dan lebih kuat?” Ledek salah seorang dari mereka
yang mengejarku.
“Dia pasti berpikir untuk tampil lebih keren di saat-saat terakhirnya, hahahaha!” Ledek orang yang lain.
Mereka semua menghinaku dan meledekku karena aku mengenakan kacamata
hitam ini. Aku sendiri bahkan belum yakin apa kekuatan yang dimiliki
oleh alat milik Mimi yang satu ini.
“Aku tidak peduli kalian meledekku atau apa, tapi yang pasti kali ini
aku akan mengalahkan kalian semua!” Ujarku dengan penuh percaya diri.
“Kalian dengar itu? Dia ingin mengalahkan kita! Hahahaha!” Komentar salah satu dari mereka melecehkan.
“Benar! Dia pasti sangat bodoh ingin mengalahkan kita semua! Hahaha!” Sambut yang lain dengan tawa meremehkan.
“Hei, Mimi-chan! Apa sebenarnya kekuatan benda ini?”
“Tekan saja tombol yang ada di bagian sebelah kanan, kau pasti akan tahu.”
Aku langsung menuruti kata-kata Mimi dan menekan tombol di bagian
sebelah kanan kacamata yang kupakai. Bersamaan dengan itu, kemudian
orang-orang di hadapanku itu bertingkah seperti orang yang silau oleh
cahaya yang sangat terang.
“A-Apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka semua?” Tanyaku heran.
“Biar kujelaskan. Glass-Glass yang Ojii-chan pakai adalah sebuah alat
yang dapat menyerap cahaya di sekelilingnya lalu menembakkannya ke
sekitar tempat si pemakai berada sehingga orang-orang di sekitarnya akan
merasa silau sementara si pemakai justru merasa situasi di luar menjadi
semakin gelap, begitulah kira-kira fungsi dari Glass-Glass.” Jelas Mimi
mengenai alatnya secara detail.
“Heee. . . Hebat juga alat ini. . . Tapi ini bukan saatnya untuk
kagum! Aku harus segera lari dari tempat ini sekarang juga! Tapi
bagaimana caranya? Mimi-chan kau tahu kan caranya?”
“Mudaaaah, tinggal kembali ke tempat awal Ojii-chan muncul, kau pasti akan kembali berpindah ke tempat asal.”
“Baiklah kalau begitu! Dengan alat ini aku tidak akan takut lagi!”
Aku kemudian berlari meninggalkan orang-orang yang masih merasa silau
akibat alat yang kupakai. Aku berlari masuk kembali ke ruangan tempat
aku pertama muncul.
Kulihat ke sekeliling, beruntung, dua orang pemilik suara yang
kudengar saat pertama kali muncul sedang tidak ada, dengan begini aku
dapat kembali dengan tenang.
Kujejakkan kakiku ke plat yang telah membuatku berpindah, dan sekali
lagi plat itu bersinar sangat terang hingga aku terpaksa memejamkan
kedua mataku. Ketika aku membuka mata, aku telah kembali ke tempatku
semula di mana aku mengerjakan pekerjaan aneh dari Mimi.
“Aku harus segera kembali bekerja atau Makoto pasti akan curiga padaku!”
Dengan begitu, aku berhasil lolos dari bahaya dan kembali melanjutkan
pekerjaanku memindahkan alat-alat milik Mimi bersama Makoto.
Sementara itu di tempatku muncul sebelumnya, orang yang dipanggil
Aniki oleh semua orang yang ada di sana menemukan plat yang kugunakan
untuk berteleportasi.
“Jadi dia bisa menggunakan teleportasi melalui alat ini ya? Ini bisa
berguna.” Katanya sambil menyunggingkan senyuman licik penuh misteri.
***
Beberapa hari kemudian di sekolah, kami semua para siswa belajar
seperti biasanya dan tidak akan menyangka akan kedatangan tamu yang tak
diundang.
“Jadi untuk menyelesaikan soal yang satu ini. . .”
“Yo! Kau sedang memikirkan apa, Mikan?” Tanya Makoto mengagetkanku.
“Jangan mengagetkanku seperti itu! Aku cuma sedang melihat langit.” Jawabku membuat Makoto semakin penasaran saja.
“Yo! Melihat langit? Memangnya ada apa dengan langit?” Tanyanya lagi.
“Seseorang mungkin akan datang ke sekolah kita dari langit.” Jawabku setengah bercanda.
“Yo! Apa mungkin itu akan terjadi?” Makoto percaya kata-kataku dan menelannya bulat-bulat.
“Anooo. . . Makoto-kun? Mikan-kun? Bisakah kalian mengikuti
pelajaran dengan. . . lebih. . . se-serius?” Kata-kata dari pak guru
menjadi terbata-bata ketika dia menatap keluar tepatnya ke arah langit
di halaman sekolah.
Kami semua para siswa pun penasaran dan akhirnya ikut melihat ke arah
yang sama. Di sana kami dibuat terkejut bukan main karena dari sana
entah dari mana muncul sebuah pesawat aneh yang nampaknya akan mendarat
di halaman sekolah.
“Y-Yooo! Sepertinya kau benar tentang seseorang yang datang dari langit.”
“Mana mungkin!? Tadi aku cuma bercanda saja! Mereka pasti. . .”
“Yooo! Pasti apa?”
“Ti-Tidak, bukan apa-apa kok.”
Aku langsung memperhatikan seluruh siswa dan benar saja, Mimi adalah
salah satu siswa yang menatap kedatangan pesawat misterius itu dengan
tatapan serius dan nampaknya dia tidak suka dengan kedatangan pesawat
itu kemari.
Melihat reaksi Mimi itu, tubuhku entah mengapa terasa bergerak
sendiri untuk berlari keluar menuju halaman sekolah tempat pesawat itu
mendarat. Akhirnya, dengan berusaha tidak disadari oleh para siswa yang
lain aku pun melangkah perlahan keluar dari ruangan kelas.
Setelah berhasil keluar, aku segera berlari dengan kecepatan penuh
menuju ke halaman sekolah. Namun, baru saja aku sampai di depan pintu
keluar gedung sekolah, aku melihat di sana sudah ada seorang siswa yang
menyambut kedatangan para tamu tak diundang itu.
Ya, siswa pemberani itu adalah ketua OSIS kami, Hazuki Wataru.
Dia dengan gagah berani sembari menggenggam pedang kayu kesayangannya
menghadapi langsung para tamu tak diundang itu tanpa gemetar
sedikitpun.
“Siapa yang bertanggungjawab atas pendaratan benda ini!? Cepat
keluar!” Perintahnya dengan suara tegas tanpa ada rasa takut
sedikitpun.
PIntu pesawat bagian depan pun terbuka, dan seorang lelaki muda
berjalan sambil tersenyum misterius. Setelah tiba di hadapan
Hazuki-senpai, dia terdiam dan nampak memperhatikan Hazuki-senpai
sejenak baru kemudian angkat bicara.
“Akulah yang bertanggungjawab atas semua ini, jadi apa maumu?” Kata lelaki itu bernada menantang.
Hazuki-senpai nampak tak bisa menerima kata-kata lelaki itu dan
bersiap mengayunkan pedang kayunya, tapi dengan sigap Masamune-senpai
muncul dan mencegah tindakannya itu.
“Kenapa kau menghentikan gerakanku, Han-chan?” Tanya Hazuki-senpai yang merasa heran.
“Meskipun kau kuat dan mungkin tidak ada tandingannya di sekolah ini,
tapi kau tetap tidak akan bisa menang melawan orang ini.” Jelas
Masamune-senpai dengan wajah yang sangat serius.
Hazuki-senpai tercengang mendengar ucapan Masamune-senpai tersebut
seraya kemudian menurunkan pedang kayunya dan mengurungkan niatnya untuk
menebas lelaki yang menantang dan ada di hadapannya itu.
“Ini baru pertama kalinya kau terlihat sangat serius seperti ini.”
“Aku hanya merasakan bahaya kalau kita terlibat jauh dengan orang ini.”
“Kalau kau bilang begitu justru ini akan jadi semakin menarik.”
“Ingat, target kita adalah Mimi Kyoretsu. Orang di hadapan kita ini
mungkin ada hubungan dengannya, tapi kita tidak boleh bertindak gegabah
seperti melawannya karena kita masih belum tahu siapa sebenarnya dia
ini.”
“Ah, aku mengerti apa yang kau maksud, Han-chan. Tapi tetap saja dia benar-benar membuatku sangat kesal.”
“Sudahlah, tahan saja kekesalanmu kali ini, kita ,-“
“Hiaaaaaaaaaaaaaaaaah!”
Aku menyela perbincangan kedua senpaiku itu dengan sebuah serangan
langsung menuju lelaki yang menyunggingkan senyum misterius itu. Aku
tidak peduli lagi dengan apa yang akan terjadi selanjutnya, karena entah
kenapa lelaki ini telah membuatku menjadi kesal.
“Sial! Aku tidak bisa menghentikan gerakannya! Dia pasti terluka!”
GREP!
Sesaat sebelum tanganku mencapai wajah lelaki itu, Mimi tiba-tiba
muncul entah dari mana dan menahan gerakanku. Dia kemudian melemparkan
pandangan tidak suka ke arah lelaki itu, lalu kembali memandang ke
arahku.
“Mikan-kun, kau tidak perlu terlibat dengan pria ini, dia adalah
urusanku.” Kata Mimi dengan raut wajah serius yang baru pertama kali
kulihat. Dia berbeda sekali dengan Mimi yang biasanya polos yang aku
kenal, aku seperti tidak mengenalinya lagi untuk sesaat.
“Oh, jadi kau sendiri yang pergi untuk menemuiku, Mimi. . . chan.”
“Jangan panggil aku dengan nama itu lagi!”
“Ah, sekarang kau jadi sangat pemarah, berbeda sekali dengan kau yang dulu.”
“Aku hanya menjadi sedikit terbawa emosi karena kedatanganmu kesini, hanya itu saja.”
“Hahaha! Aku sangat menghargai perasaanmu itu kalau begitu, Mimi. . . chan.”
“Sudah kubilang kan jangan panggil aku dengan nama itu lagi! Lagipula apa perlumu di tempat ini sekarang? Apa kau datang untuk menjemputku?”
“Tidak usah cemas. Aku kali ini datang bukan dengan tujuan seperti
itu. Aku hanya sedang mengejar buronan kelas satu yang kabarnya kabur ke
tempat ini sekarang.”
Perbincangan antara Mimi dan lelaki misterius itu menunjukkan bahwa
di masa lalu mereka saling mengenal dan mungkin sangat akrab. Tapi, apa
hubungan mereka sebenarnya? Kenapa Mimi tidak suka dengan kedatangan
lelaki ini? Dan apa pula maksudnya dengan “menjemput”?
“Kita harus segera menyingkir dari sini, Mikan-kun.” Ujar Masamune-senpai.
“Tapi Mimi masih di sana dan berbicara dengan orang itu!” Tolakku enggan meninggalkan Mimi.
“Hooo. . . Jadi dia yang bernama Mikan Kyoretsu? Aku rasa aku bisa mengerti kenapa kau terus mengejarnya selama ini.”
“Diamlah, WM! Jangan berbicara lebih jauh lagi tentang hal itu!”
“Baiklah, baiklah, lagipula aku hanya ingin mengucapkan salam kepadamu saja, Mimi-chan.”
“Sudah kubilang kau untuk diam kan, WM!?”
“Kita pergi dari sini, Mikan-kun, Hazuki-chan.” Masamune-senpai
menyeretku paksa pergi dari tengah halaman sekolah menuju ke tempat yang
lebih aman. Aku sebenarnya enggan meninggalkan Mimi di sana sendirian,
tapi aku juga tidak bisa menolak perintah dari para senpaiku ini.
“Kalau begitu, jaga dirimu baik-baik, dan satu lagi. . .” Lelaki itu
kemudian berteriak ke arahku, “Untukmu Mikan Kyoretsu, jaga Mimi sampai
aku kembali. . . untuk menjemputnya.”
“Apa maksudmu itu!? Tentu saja aku akan menjaga Mimi darimu agar dia
tetap berada di sini, di sekeliling kami semua, teman-temannya.” Balasku
berteriak kepadanya.
“Kau dengar itu Mimi-chan? Dia bilang akan melindungimu. Aku ragu
dengan kekuatan seperti itu dia akan bisa melindungimu dari marabahaya.”
“Kau. . .! Dia selama ini berhasil melawan segala hal yang menjadi halangan baginya! Jadi jangan sekali-kali meremehkannya!”
“ Baiklah, baiklah, aku mengerti, tapi aku tidak akan bisa menjamin
keselamatannya jika dia berani berhadapan denganku suatu hari nanti.”
Lelaki misterius yang dipanggil WM itu kemudian berjalan masuk
kembali ke dalam pesawatnya. Dia sempat sekali lagi menyunggingkan
senyum misteriusnya ke arah Mimi dan juga ke arahku, entah apa
maksudnya. Yang pasti, bisa kupastikan bahwa dia adalah musuhku, entah
dalam waktu dekat atau dalam kurun waktu yang masih jauh dari sekarang.
“Nampaknya dia memang memiliki hubungan dengan Mimi Kyoretsu, Han-chan.”
“Ya, dan sepertinya mereka menyimpan suatu rahasia besar dari kita semua.”
“Benar, kita harus semakin sering mengawasinya agar tidak terjadi hal yang di luar keinginan.”
“Maaf, apa kalian berdua membicarakan sesuatu tentang Mimi-chan?”
“Ah, tidak ada apa-apa kok! Kami hanya bingung dengan hubungan mereka
berdua karena mereka kelihatannya sangat akrab, ya kan Hazuki-chan?”
“Tentu saja! Kami tidak ingin melakukan apapun dengan Mimi Kyoretsu itu, hahahaha!”
“Baiklah, aku mengerti, tapi Hazuki-senpai, bisakah kau menurunkan pedang kayumu dari leherku?”
“Ah maafkan aku, aku jadi sedikit terbawa perasaan, hahahaha.”
Mereka berdua benar-benar bertingkah sangat aneh. Mereka berdua juga
pasti memiliki suatu niat terhadap Mimi, aku harus lebih berhati-hati
mulai dari sekarang kalau ingin melindunginya.
***
Kejadian tadi membuatku menjadi tidak tenang. Aku pun memutuskan
untuk menghabiskan waktu makan siangku dengan melamun di atap sekolah
sembari memandangi langit biru. Aku benar-benar ingin menenangkan diriku
atas apa yang terjadi sekaligus memikirkan apa yang akan kulakukan
selanjutnya.
PLUK!
Sebungkus roti yang baru saja dibeli dari kantin mendarat di atas
perutku. Aku mendongak untuk melihat sang orang baik hati yang telah
memberikannya kepadaku, dan ternyata dia adalah Lavina.
“Cepat makan roti itu, aku tahu sedari tadi perutmu belum kau ganjal
dengan apapun.” Katanya seraya mengambil tempat duduk di sampingku.
Aku berganti posisi dari berbaring menjadi duduk, lalu membuka dan mulai memakan roti pemberian Lavina tersebut.
“Apa yang membuatmu kesini? Aku ingin sendirian saja, jadi sebaiknya
kau cepat kembali saja ke kelas.” Kataku yang ingin menyendiri untuk
menenangkan diri.
“Kau terlalu memaksakan dirimu akhir-akhir ini, Mi-chan.”
“Apa yang kau maksud dengan memaksakan diri itu? Aku baik-baik saja.”
“Kau mungkin bisa berkata begitu, tapi aku sebagai temanmu dapat melihat semuanya.”
“Benarkah? Kalau begitu kau juga mengerti kalau aku juga harus melindungi Mi ,-“
Belum selesai aku berbicara, Lavina membekap mulutku dengan telapak tangannya agar aku berhenti melanjutkan kata-kataku.
“Kau sudah bertindak terlalu jauh hanya untuk Mimi.”
Aku menepis tangan Lavina dan membalas ucapannya itu.
“Buaah! Tapi dia tetap keluargaku! Aku akan tetap melindunginya!”
“Begitu ya, tapi kita juga tetap teman kan?”
“Tentu saja! Keluarga dan teman, keduanya sangat penting bagiku
sekalipun aku memang hanya seorang pemuda pemalas yang tidak bisa
diandalkan.”
“Kalau begitu kau bisa berjanji satu hal kepadaku kan, Mi-chan?”
“Berjanji? Tentang apa, Lavina?”
“Berjanjilah untuk tidak bertindak berlebihan dan memaksakan dirimu lagi.”
Aku terdiam sejenak tak bisa menanggapi permintaan Lavina itu dan
membisu dalam kebingungan. Di satu sisi, aku memang tidak ingin lagi
bertindak berlebihan dan membahayakan teman-temanku, namun di sisi lain
aku juga tidak tahu apa yang terjadi dan apa yang akan kulakukan saat
itu.
“B-Baiklah, aku berjanji padamu untuk tidak bertindak berlebihan lagi.”
“Hm! Kalau begitu kita sudah saling berjanji, ya kan?”
“Tentu saja!”
Kami saling mengaitkan jari kelingking kami sebagai tanda kami telah
bertukar janji. Setelah itu, Lavina pamit untuk kembali ke kelas,
sedangkan aku kembali bersantai sembari menikmati birunya langit yang
cerah yang terbentang luas di atasku ini.
Aku termenung, dan tiba-tiba mataku mulai terpejam sambil mengingat
kejadian yang telah kualami akhir-akhir ini, terutama ketika aku
berbincang dengan Hakase dan Reika-san ketika aku membawa Falcon ke
tempat mereka.
***
“Jadi apa yang ingin kalian bicarakan denganku?” Tanyaku kepada Hakase dan Reika-san.
“Ini tentang Mimi Kyoretsu, saudaramu yang mengaku datang dari masa depan itu.” Jawab Reika-san.
“Ada apa dengan Mimi-chan? Apa kalian berhasil menemukan sesuatu tentangnya?”
“Tidak, kami masih belum menemukan data lebih lanjut tentangnya, tapi
Reika-san yang pernah berinteraksi langsung dengannya nampak memiliki
sesuatu yang ingin dikatakan kepadamu.”
“Benarkah apa kata Hakase itu, Reika-san?”
“Aku sudah tidak bisa menyembunyikannya lagi, lagipula kau memang berhak mengetahuinya agar tak lagi cemas dengan semua ini.”
“Jadi apa yang sudah kau ketahui tentang Mimi-chan? Beritahu padaku!”
Reika-san berdiri memunggungiku. Dia menyembunyikan wajahnya ketika mulai bercerita pendapatnya tentang Mimi kepadaku.
“Meskipun dia polos, dia tetap memiliki sifat liar sebagai seorang
petarung di dalam jiwanya. Dan meskipun kita masih belum tahu tujuan
sebenarnya datang kemari dan hubungannya dengan Time Cluster, tapi bisa
aku pastikan bahwa dia tidak memiliki tujuan yang jahat walaupun kadang
cara yang ditempuhnya mungkin gegabah dan salah.” Jelasnya kemudian
kembali berbalik badan menghadapku.
“Jadi maksudmu kau ingin bilang bahwa aku tidak perlu khawatir untuk berada di dekatnya?” Tanyaku meyakinkan.
“Yah bisa dibilang mungkin seperti itulah, tapi tetaplah hati-hati.”
Jawab Reika-san membuatku lega. Akhirnya, aku dapat berada bersama Mimi
tanpa khawatir dia akan melakukan suatu niat jahat terhadapku, lagipula
aku juga telah salah mencurigai salah satu anggota keluargaku sendiri.
“Nah, kalau begitu segera pergi susul dia.” Ujar Hakase sembari menepuk bahuku.
“Baiklah, kalau begitu aku permisi dulu.” Balasku dengan senyuman kecil yang tersungging di bibirku.
Aku kemudian segera berlari menyusul Mimi dan Falcon yang telah lebih
dulu keluar. Hakase dan Reika-san hanya tersenyum-senyum saja melihat
tingkahku itu.
“Seandainya saja mereka bukan saudara, pasti mereka akan jadi pasangan yang hebat.”
“Sudahlah, jangan mencampuri urusan mereka yang masih muda.”
“Heee. . . Tapi kita juga masih muda kan, Reika-san? Lagipula kau juga berpendapat seperti itu kan tentang mereka berdua?”
“Sudahlah, cepat kembali saja ke meja kerjamu, mungkin saja nanti
kita dapat tamu tak terduga lagi seperti kedatangan Nitenoid itu.”
“Haaaaah. . . Baiklah, baiklah, aku akan kembali bekerja sekarang.”
***
Aku memang tidak berdaya.
Aku telah berlatih selama beberapa hari semenjak kedatangan lelaki
bernama WM itu, tapi aku sama sekali belum merasakan sebuah kekuatan
baru yang mengalir dalam diriku.
Ya, mungkin saja aku telah berubah akhir-akhir ini menjadi seseorang
yang berbeda, sama seperti apa yang dikatakan oleh Lavina. Meskipun
begitu, aku akan tetap melakukan apa yang ingin kulakukan seperti apa
yang aku lakukan selama ini.
Aku selama ini memang hanya bermalas-malasan dan tidak melakukan
apapun, tapi itu semua mungkin karena aku telah menunggu saat-saat
seperti ini. Saat di mana aku dapat melakukan apapun yang kusuka dengan
sepenuh hatiku.
“Haaah. . . Tapi kenapa aku harus membelikan takoyaki untuk Mimi-chan
dan Falcon? Bukannya mereka berdua bisa sampai lebih cepat dengan
bantuan peralatan mereka? Dasar merepotkan, padahal aku kan ingin
bersantai setelah latihan berat.” Keluhku sepanjang jalan menuju kedai
takoyaki.
Ya, aku memang sekarang sedang disuruh oleh Mimi untuk membelikan
takoyaki untuknya dan Falcon yang mungkin akan segera kembali dalam
waktu dekat. Mimi bilang, Falcon mungkin akan lebih bisa bergaul dengan
lingkungan kalau dia juga mencoba makanan enak yang ada di sekitar sini.
Akhirnya bisa ditebak, aku sekarang tengah dalam perjalanan menuju
kedai takoyaki.
“Kalau begitu paman, aku permisi dulu, mereka pasti menunggu takoyaki
yang enak ini.” Seorang lelaki keluar dari kedai takoyaki dengan
membawa beberapa plastik berisi takoyaki.
“Hai, Hai, lain kali kembali ke sini ya, kau memang
pelanggan setiaku Nak WM.” Sahut si pemilik kedai dengan ramah melepas
pria itu pergi dari kedainya.
“WM katanya!?”
Seorang lelaki berjalan mendekatiku, dan aku mengenali jelas
wajahnya. Wajah yang telah membuatku kesal beberapa hari yang lalu, tak
akan pernah kulupakan secepat itu.
“Kau. . .! Kenapa ada di sini!?” Tanyaku dengan nada kesal.
“Ah, Mikan-kun. Aku hanya membelikan anak buahku takoyaki sebagai
hadiah karena mereka telah bekerja dengan baik akhir-akhir ini.”
Jawabnya santai seakan-akan tidak ada apapun yang terjadi.
“Heee. . . Kau baik sekali, tapi aku tidak terlalu peduli dengan itu.” Kataku sembari memasang Glove-Glove di kedua tanganku.
SYUUUT!
Aku melepaskan sebuah pukulan ke arah WM namun meleset.
“Berbahaya sekali kau melepaskan pukulan ke arahku. Kau tahu,
takoyaki yang kubeli bisa saja hancur menjadi serpihan-serpihan kecil
dan jadi tidak bisa dimakan.” Komentarnya tenang.
“Sudah kubilang kan aku tidak terlalu peduli dengan itu!”
BRUAAAK!
Kali ini pukulanku kembali meleset dan menghantam tembok jalan.
Tembok itu langsung hancur menjadi berkeping-keping saking kerasnya
pukulanku.
“Alat itu. . . Tidak salah lagi! Itu alat yang dapat meningkatkan
kekuatan tangan. Alat milik Mimi yang dinamakannya Glove-Glove!”
“Sudah kubilang juga kan, Mikan-kun. Menyerang dengan alat seperti
itu sangat berbahaya sekali apalagi kalau sampai kau mengenai
seseorang.”
“Aku tidak peduli dengan semua itu selama kau belum menarik kata-katamu tentang membawa kembali Mimi-chan itu!”
BRUAAK!
Kembali, pukulanku meleset dan menghantam tembok jalan. Tembok itu
langsung hancur, tapi aku sama sekali tidak memperdulikannya karena
sasaranku hanya satu, lelaki bernama WM di hadapanku ini!
WM menghindar ke tempat yang cukup jauh, lalu dia menaruh plastik
berisi takoyaki di tangannya dan kembali melompat ke hadapanku.
“Kurasa dengan begini aku tidak perlu khawatir takoyakiku akan hancur.” Katanya.
“Hooo. . . Apa kau masih dapat berwajah tenang seperti itu ketika aku
akan menghancurkanmu dengan kedua tanganku ini?” Balasku mencoba
memanas-manasinya.
“Kau tahu? Aku mengetahui sesuatu yang tidak kau ketahui.” Ujarnya
dengan senyuman penuh percaya diri seolah yakin dirinya akan menang.
“Oh ya? Kalau begitu katakan apa itu atau tanganku akan membuatmu menjadi serpihan kecil!”
Aku melayangkan sebuah pukulan ke arah WM, tapi sekali lagi dia
mengelak. Namun, yang membuatku terkejut adalah dia hanya menghindarinya
dengan maju beberapa langkah, lalu menangkap pergelangan tanganku.
“Satu hal yang tidak kau ketahui adalah bahwa meskipun kau memiliki
alat ini, tapi itu tidak akan berguna selama kau tidak mengenai musuhmu
secara langsung.” Jelasnya sembari mencengkram telapak tanganku dengan
kuat.
“Aku. . . Aaarggh. . Ak-Akan mengalahkanmu!”
“Jangan berbicara hal yang dapat membuatku tertawa!”
BUAK!
WM memukul tubuhku dengan tangannya yang tidak mencengkram tanganku.
Aku langsung merasakan sebuah tekanan hebat yang melanda sekujur
tubuhku. Tubuhku serasa remuk di seluruh bagian dan akan segera hancur
dalam sekejap saja. Namun, aku berusaha untuk menahan seluruh luka dan
rasa sakit itu demi satu tujuan, yaitu untuk melindungi Mimi.
“Aaaaaaaaaaaaargh. . .!!!”
Dengan pukulannya itu, WM berhasil menerbangkanku cukup jauh hingga
kemudian aku berhenti ketika tubuhku menghantam tembok dan akhirnya
terbaring tidak berdaya.
WM melompat ke sampingku untuk melihat kondisiku. Dia menatapku
dengan pandangan mengasihani sekaligus merendahkan layaknya dia melihat
sesuatu yang hina di hadapannya.
“Kau sekarang mengerti kan perbedaan kekuatan di antara kita?”
Aku menggenggam celana WM dengan kuat seraya berkata, “Aku. . .
Tidak. . . Akan. . . Pernah menyerah hanya dengan, , , Luka segini
saja!”
DUAK! DUAK! DUAK!
“Aaaargh! Aaaaargh! Aaaargh!”
WM menendang dan menginjak tubuhku berkali-kali dengan membabi buta.
Dia seperti tidak peduli lagi dengan keselamatan lawannya, dan mungkin
yang ada di pikirannya hanyalah untuk membunuh lawannya sesegera
mungkin.
“Sekarang kau sudah mengerti semuanya kan!?” Tanyanya mulai kesal.
“Su-Sudah kubilang. . . kan, aku tidak. . Akan menyerah semudah itu!” Jawabku bersikeras enggan untuk menyerah.
“Cih! Baiklah, kali ini kau akan kuampuni, tapi lain kali kalau kau
membuatku marah lagi, aku tidak bisa menjamin apakah nyawamu akan
selamat atau tidak.”
“Baiklah, akan kupegang kata-katamu itu, WM.”
“Hh, jangan terlalu terbawa perasaan atau kau sendiri yang akan
menyesal. Ingat, tidak semua yang kau lihat adalah sebenarnya, mereka
mungkin saja hanya sebuah ilusi yang terlihat seperti kenyataan di
matamu hingga kau nanti menyadari kenyataan yang sesungguhnya.”
“Perkataanmu. . . Terlalu panjang, aku takut tidak dapat memahaminya.”
“Kalau begitu hanya sampai sini dulu saja pertemuan kita kali ini, Mikan-kun.”
WM melompat ke tempatnya meletakan takoyaki miliknya, lalu dia pun
segera menghilang dari hadapanku untuk kembali menuju ke pesawatnya. Aku
pun berusaha untuk bangkit, lalu berjalan pulang kembali ke rumah tanpa
membawa satupun takoyaki di tanganku.
“Tadaima!” Ucapku sesampainya aku di rumah.
“Ah, Okaeri.” Sahut Hikari yang tengah sibuk memasak di dapur.
“Di mana Mimi-chan? Dia sepertinya tidak ada di rumah.” Tanyaku yang tak melihat sosok Mimi begitu masuk ke dalam rumah.
“Dia kalau tidak salah bilang kalau dia ada perlu sesuatu membereskan
peralatannya.” Jawab Hikari setengah berteriak karena takut suaranya
tidak terdengar.
“Ah, sou ka. Pasti alat yang waktu itu kugunakan untuk kabur dari para orang jahat itu.”
Aku segera melepaskan rasa lelah dan rasa sakit setelah bertarung
dengan WM dengan duduk di atas sofa di ruang tengah. Ketika tengah
bersantai itu, mataku tertuju dengan alat komunikasi yang mirip dengan
yang kugunakan ketika berkomunikasi dengan Mimi. Alat itu tergeletak
begitu saja di atas meja, mungkin Mimi lupa membawanya, pikirku.
Kucoba menghidupkan alat itu karena penasaran. “Moshi-Moshi? Mimi-chan? Apa kau bisa mendengarku?”
Tidak ada jawaban.
Kutunggu selama beberapa saat, tetapi tetap tak ada jawaban dari
Mimi. Mungkin saja dia tidak dapat mendengarku karena terlalu sibuk
membereskan barang-barangnya, begitulah pikirku. Namun kemudian, sebuah
suara yang kukenali sebagai suara Mimi terdengar dari alat komunikasi
tersebut.
“Apa yang kalian lakukan? Lepaskan aku!”
Suara Mimi terdengar seperti sedang dalam kesulitan! Apa yang
sebenarnya terjadi dengannya di sana? Mungkinkah ada seseorang yang
berusaha berniat jahat kepadanya? Sialan! Aku harus segera
menyelamatkannya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
“Hikari, aku pergi dulu!”
“Haaai! Tapi jangan lupa kembali sebelum makan malam!”
“Tentu saja, aku pastikan aku akan kembali sebelum itu.”
Aku pergi keluar dari rumah dengan terburu-buru. Yang ada di
pikiranku sekarang hanya keselamatan Mimi, aku tidak terlalu peduli
dengan kondisiku yang masih babak belur ini.
***
“Hoooi, minna! Aku sudah pulang membawa takoyaki gratis
untuk ka. . . lian. . . se. . . mua.” Kata-kata WM terhenti ketika
melihat kekacauan yang terjadi di dalam pesawatnya.
Semua pasukannya tergeletak dalam kondisi yang tidak berdaya. Mereka
nampaknya telah dikalahkan oleh sekelompok orang atau bahkan mungkin
hanya seorang diri saja.
“A-Apa yang sebenarnya terjadi di sini!?” Tanya WM yang marah melihat semua anak buahnya dikalahkan dan kini tidak berdaya.
“Ka-Kami dikalahkan oleh buronan kita, Fourge Brothers. Kami
benar-benar lengah saat itu, dan entah dari mana mereka tiba-tiba
muncul hingga akhirnya berhasil mengalahkan kami semua.” Jelas salah
seorang dari mereka.
“Jadi mereka sudah berani datang ke sini ketika aku tidak ada!? Dasar
kumpulan pengecut!” Maki WM yang tidak bisa mengendalikan emosinya.
“Ma-Maafkan kami, komandan. . .” Ucap pasukan tadi dengan nada mengiba.
“Aku sama sekali tidak menyalahkan kalian atas kejadian ini,
bagaimanapun juga sikap santai kalian yang tengah menungguku dapat
kutolerir. Yang tidak bisa kumaafkan adalah mereka yang dengan pengecut
menyerang kemari!” Kata WM.
“Komandan. . .”
“Sudahlah! Aku akan pergi, kalian baik-baiklah disini.”
“Ta-Tapi anda akan pergi kemana, komandan?”
“Sudah pasti, kan? Aku akan membalas kekalahan kalian semua!”
“Tapi musuh kita kali ini adalah buronan tingkat satu, kalau anda menghadapinya sendirian ,- “
“Jangan meremehkanku! Begini-begini aku tetap komandan kalian, jadi
aku tidak bisa diam saja melihat semua anak buahku disakiti dengan cara
seperti ini!”
Ucapan WM itu membuat semua anak buahnya terdiam, kemudian sebagian
dari mereka mulai menitikkan air mata karena tidak menyangka sang
komandan ternyata adalah orang yang sangat baik dan mau peduli pada
mereka.
“Terima kasih, komandan!” Seru semua anak buah WM secara bersamaan.
“Hm, sekarang kalian cepatlah obati diri kalian dan tunggulah aku
kembali sambil memakan takoyaki yang kubawa barusan. Aku pergi
sekarang!” Ujar WM seraya berjalan keluar dari pesawat dengan langkah
gagah tanpa keraguan.
***
Aku terus berlari tanpa memperhatikan semua di sekelilingku. Aku
berlari tanpa henti dengan keselamatan Mimi yang terus berada di
benakku.
Di sebuah perempatan jalan, seseorang yang tidak kuduga muncul dan
aku pun tak sengaja menabraknya karena kehilangan konsentrasi.
BRUK!
“Ah, maaf! Aku tidak memperhatikan jalan karena sedang terburu-buru.” Ucapku sopan.
“Aku juga minta maaf, aku juga sedang terburu-buru karena ada sesu. . a-tu.” Sahut orang itu dengan kalimat yang terputus-putus.
Aku segera mengenali suara tersebut, dan kualihkan pandanganku menuju
ke arah orang itu. Begitu melihat wajahnya dengan jelas, entah kenapa
aku dengan cepat naik pitam dan mencengkram pakaiannya.
“KAU!? Kau yang bertanggungjawab atas menghilangnya Mimi-chan, kan!? Di mana dia sekarang!?” Tanyaku lepas kendali.
“Apa yang kau bicarakan!? Mimi-chan? Aku sama sekali tidak mengerti!
Aku ke sini hanya untuk mencari orang yang melukai anak buahku!” Jawab
WM dengan nada tinggi pula.
“Mimi-chan. . . Dia. . . HILANG. . . Kau pasti tahu sesuatu kan!?”
“Me-Menghilang? Apa maksudmu dengan menghilang?”
“Ceritanya sangat panjang, tapi apa benar kau bukan pelakunya, hah!?”
“Jangan bercanda! Anak buahku dikalahkan oleh orang tertentu, mana mungkin aku bercanda dan berbohong saat seperti ini!?”
Aku melihat suatu pancaran amarah dari mata WM, sebuah pancaran
amarah yang mungkin sama dengan apa yang kurasakan. Kucoba untuk
menenangkan pikiranku sesaat, lalu kucoba untuk kembali berbicara
kepadanya.
“Hh, kalau memang seperti itu mungkin kau memang bukan pelakunya. Aku akan ceritakan semuanya.”
“Aku akan siap mendengarkan. Mimi-chan, dan semua awak kapalku sama pentingnya.”
Bibirku pun mulai bergerak menceritakan semuanya, tentang bagaimana
aku membantu Mimi dan bagaimana dia terdengar seperti orang yang tengah
kesulitan.
“Apa benar tentang alat yang bisa menteleportasikan orang itu?” Tanya WM ketika aku mengakhiri ceritaku.
“Ya.” Jawabku singkat.
“Kalau begitu, kemungkinan kita mencari orang yang sama.”
“Apa maksudmu?”
“Orang yang membuat babak belur awak kapalku dan orang yang menculik
Mimi-chan kemungkinan adalah orang yang sama. Aku harap kita belum
terlambat.”
“Apa maksudmu? Apa orang itu sangat berbahaya?”
“Orang yang kumaksud bukan hanya satu orang, tapi sekumpulan orang yang dipimpin oleh kakak beradik berbahaya, Monkey Brothers.”
“Mo-Monkey Brothers? Siapa mereka? Apa tujuan mereka?”
“Mereka berdua adalah salah satu buronan kelas satu dari masa depan.
Aku pun pergi ke masa lalu untuk mengejar mereka berdua. Mereka
kemungkinan besar menggunakan alat berpindah milik Mimi-chan untuk
mengalahkan semua anak buahku ketika mereka lengah.”
“Buronan kelas satu. . .? Apa mereka seberbahaya itu? Apa tujuan mereka ke sini?”
“Mereka ingin menjadikan waktu menjadi milik mereka. Mereka ingin
mereka ulang kota ini dengan maksud untuk memperluas kekuasaan mereka,
dan akhirnya menguasai dunia. Singkatnya, mereka ingin mengubah masa
depan.”
“. . . Kalau begitu sekarang juga kita harus pergi menghentikan orang-orang itu, dan menyelamatkan Mimi-chan.”
“Kau benar-benar ingin. . . tapi dengan kondisimu yang sekarang itu tidak mungkin!”
“Tidak ada yang tidak mungkin, keajaiban pasti terjadi. Ya, kalau
keajaiban itu tidak ada, aku tidak akan pernah bisa berbicara denganmu
di sini.”
“Aku rasa aku mulai mengerti kenapa Mimi-chan merasa tertarik denganmu.” Gumam WM pelan.
“Ah? Apa kau bilang tadi?”
“Tidak, tidak ada apapun. Nah, ayo segera pergi!”
“Ya! Aku sudah siap!”
Dengan WM, yang meskipun aku masih belum tahu asal-usulnya, aku rasa
aku mendapatkan suatu kekuatan lebih untuk menyelamatkan Mimi.
***
Kami berdua terus berlari menuju tempatku berpindah tempat waktu itu.
Di sana, beberapa orang berpenampilan mengerikan berdiri menjaga salah
satu bangunan, dan aku yakin di tempat itulah Mimi sekarang tengah
disekap.
“Tidak salah lagi, mereka adalah para anggota kelompok Monkey
Brothers.” Ujar WM sembari memperhatikan pergerakan orang-orang yang
berada tak jauh dari kami itu.
“Kalau begitu kita serang saja sekarang, kalau ditunda lebih lama
Mimi akan dalam bahaya.” Usulku. Aku pun melangkah mendekati orang-orang
itu dengan perlahan agar mereka tidak menyadari kedatanganku. Namun,
baru saja beberapa langkah, WM mencegahku untuk berjalan lebih jauh.
“Kenapa kau mencegahku? Bukannya kita harus buru-buru?” Protesku padanya.
“Aku tahu itu, tapi yang harusnya memimpin adalah orang yang memiliki kekuatan. Maju!” Serunya member perintah kepadaku.
“Terserah apa katamu saja!” Ujarku mengalah lalu mengikutinya dari belakang.
DUAG!
WM pun memukul jatuh salah satu dari para buronan itu, dan muncul di
tengah-tengah mereka dengan tiba-tiba dan membuat mereka semua terkejut
bukan main.
“Darimana dia datang!?”
“Tak perlu tahu darimana aku datang!
DUAG! DUAK! DUAK!
Dengan gerakan yang sangat cepat dan tanpa memberikan para musuhnya
kesempatan untuk menyerang, WM menyerang dan merobohkan mereka semua
hanya dalam hitungan detik saja. Semua dilakukannya tanpa kesulitan yang
berarti, bagaikan semudah membalikan telapak tangan.
“Ini bayaran kalian yang telah menyakiti para awak kapalku!” Ujarnya dingin.
“Kau akan mem. . bayar. . . nya, mereka pasti akan mengalahkanmu!”
“Benar! Monkey Brothers pasti akan mengalahkanmu!”
“Hh! Aku sendiri saja sudah cukup untuk mengalahkan mereka semua!”
Kata WM menyombongkan dirinya. Aku tidak heran dia bisa berkata seperti
itu bila melihat mereka semua yang telah tergeletak tidak berdaya akibat
dikalahkan olehnya.
“Kikikikiki! Jadi komandan pasukan dari masa depan sendiri
yang mengejar kami ke sini, hah? Benar-benar sangat menarik!” Sebuah
suara datang dari arah pintu masuk gedung di depan kami, dan sosok
pemilik suara itu nampaknya sangat senang dengan kedatangan kami berdua.
“Hh! Cepat tunjukan diri kalian sekarang juga!”
“Kikikikiki! Kau memang sedikit pemarah dan tidak sabaran, sama seperti yang aku dengar dari para penjahat lainnya.”
“Sebenarnya kami juga tidak sabar untuk menghajarmu, iya kan, Aniki?”
Dua sosok tinggi besar berwajah mengerikan keluar dari dalam
bangunan. Tidak salah lagi, mereka pasti Monkey Brothers, dua buronan
bersaudara yang diceritakan oleh WM.
“Kalian berbicara seperti bisa mengalahkanku saja.”
“Kami memang bisa melakukannya, maju, Otouto!”
“Dengan senang hati, Aniki!”
Dua pria besar itu maju menyerang WM. WM pun nampak tak mau kalah
dengan mereka, dia juga maju untuk menyerang kedua kakak beradik itu.
DUAK! BUAK!
Sang kakak dari kedua bersaudara itu melepaskan sebuah pukulan ke
arah WM, tapi dengan mudah WM menahan serangan itu dengan lengannya.
Melihat sang kakak gagal, sang adik melepaskan pukulan pula, tapi
kembali dengan tenang WM dapat melihat serangannya dan menahannya tanpa
kesulitan berarti.
WM dan kedua kakak beradik itu kemudian mundur untuk sementara dan
menyiapkan serangan selanjutnya. WM menoleh ke arahku, “Kau cepat masuk
ke dalam sana dan tolong Mimi-chan sekarang juga! Aku akan menahan
mereka sebisanya!” Serunya.
“Baiklah!” Sahutku seraya berlari menuju pintu masuk.
“Tidak akan aku biarkan!”
Sang adik menyadari maksudku, lalu dengan cepat dia datang ke arahku dan menghadangku agar tidak bisa masuk ke dalam.
“Biarkan aku lewat! Aku harus segera membawa Mimi-chan pergi!”
“Tidak akan kubiarkan kau lewat sedikitpun dari sini!”
“Biarkan dia lewat!”
DUAGH! BRUAK!
Sebuah tendangan bersarang di wajah sang adik. Dia yang tidak
menyadari kedatangan WM hanya dapat menerima tendangan itu
mentah-mentah. Akibatnya, dia pun terlempar dan jatuh menghantam
tumpukan kotak yang tertumpuk di sekitar bangunan.
“Sekarang! Gunakan kesempatan ini untuk menolong Mimi-chan!”
“Baik, aku mengerti!”
“Sialan kau WM! Kau apakan adikku!?”
Sang kakak terlihat sangat marah karena adiknya berhasil dikalahkan
oleh WM. Dengan mata yang dipenuhi amarah, sang kakak menyerang WM
dengan kekuatan penuh.
“Aku cuma membuat wajahnya terlihat lebih baik saja, apa itu salah?”
“Aku akan melakukan hal yang sama kepadamu!”
ZRAAAT!
Sebuah rantai panjang tiba-tiba muncul dan menjerat tubuh WM dengan
begitu erat. Kemudian dengan cepat sang kakak datang dan melepaskan
sebuah pukulan tepat mengarah ke arah WM.
WM mengelak dengan bergerak menunduk dalam keadaan masih terikat
sehingga pukulan sang kakak pun meleset. Hal ini membuatnya sangat marah
dan menarik rantai yang mengikat tubuh WM ke arahnya sementara
tangannya kembali bersiap melepaskan pukulan berikutnya.
“Rasakan ini!”
DHUAK!
WM yang mengira bahwa sang kakak akan menyerangnya dari arah depan
berusaha menghindar ke samping, namun tanpa diduga sang adik telah
bangkit kembali dan menyerangnya dari arah samping. Tubuh WM terkena
tendangan sang adik dengan telak, dan dia pun terlempar akibatnya.
“Kikikikiki! Bagaimana? Kau tidak menyangka serangan gabungan kami berdua ini kan? Aku ingatkan saja, kami ini Brothers! Jadi tidak bisa dipisahkan satu sama lain atau dipandang sebelah mata!” Ujar sang kakak dengan sombongnya.
“Cih! Baru sekali saja bisa mengenaiku kalian sudah sangat sombong. Harusnya kalian bukan disebut Monkey Brothers, tapi justru Chicken Brothers! Tapi yah muka kalian memang mirip dengan monyet, apa boleh buat.” Balas WM memancing kemarahan dua bersaudara itu.
“Apa kau bilang!?” Kata sang kakak dengan nada marah.
“Sudah kubilang kan? Kalian ini orang-orang yang payah. . .”
ZRAAAT!
Rantai yang berasal dari tubuh sang kakak dari dua bersaudara itu
kali ini melilit kedua lengan WM dengan erat. Kemudian, sang adik
melompat tepat ke tengah juluran rantai itu, lalu dia pun menggenggam
rantai di sisi kanan dan kirinya itu.
“Kita lihat setelah ini siapakah yang payah.” Sang adik menyeringai
licik sambil menguatkan genggamannya pada rantai sang kakak. “Elec
Thor!”
ZZZZZRRRRT! ZZZZRRRT!
“Aaaaaaargh!” WM menjerit sekeras-kerasnya ketika serangan listrik
bertegangan tinggi menghantam tubuhnya melalui rantai yang mengikat
lengannya. Rupanya sang adik memanfaatkan rantai sang kakak sebagai alat
untuk mengalirkan serangan listrik miliknya.
WM roboh di antara kedua lututnya. Tubuhnya tidak kuat lagi menahan
serangan yang menyengat seluruh sudut tubuhnya. Sementara itu, kedua
kakak beradik yang merasa telah berhasil mengalahkannya tertawa lebar
dengan sangat puas.
“Bagaimana dengan serangan gabungan kami yang barusan? Aku yakin
pasti seluruh tubuhmu itu telah mengakui kehebatan kami berdua sekarang,
yang belum hanyalah egomu yang begitu tinggi itu! Jadi bersiaplah untuk
dihancurkan hingga berkeping-keping, WM!” Kata sang kakak dengan
menyombongkan dirinya dan adiknya.
“Hh! Beraninya hanya ketika lawan kalian tidak bergerak, kalian memang benar-benar pengecut!” Balas WM dengan tenangnya.
“Kaaau! Bersiaplah sekarang juga! Otouto, lakukan!”
“Ah, aku siap, Aniki!”
***
Aku berlari masuk ke dalam bangunan. DI dalam sini cukup gelap, namun
tidak terlalu gelap sehingga tidak dapat melihat apapun, cahayanya
sudahlah cukup untuk melihat segala sesuatu yang ada di sekelilingku.
Segera kupalingkan wajahku ke kanan dan kiri untuk mencari keberadaan
Mimi, lalu tak lama kemudian kutemukan gadis itu tergeletak dalam
keadaan terikat.
Kakiku langsung melangkah sendirinya dengan cepat menghampiri gadis
itu, dan ketika telah tiba di sana maka aku pun segera melepaskan ikatan
yang membelit tubuhnya. Namun, ketika baru saja aku mulai melepaskan
ikatan tersebut, suara WM yang tengah terdengar kesakitan dan kesulitan
di luar sana mengganggu telingaku.
“Aaaaaaargh! Aaaaaaarrgh!”
Berkali-kali WM berteriak kesakitan. Meski memang dia sama sekali
tidak mengucapkan permohonan kepadaku agar menolongnya, tapi tetap saja
perasaanku tergerak untuk membantunya, terlebih lagi Mimi dalam keadaan
baik-baik saja walaupun tubuhnya terikat.
“Kenapa terlihat ragu? Meskipun terlihat seperti musuh, tapi kali ini
dia juga membantumu membebaskan Mimi-san, kan? Jadi untuk apa ragu
untuk menolongnya?”
Sebuah suara yang sangat kukenal tiba-tiba terngiang di telingaku.
Suara itu tepat bersumber dari arah belakangku, lalu aku pun segera
menoleh ke arah sumber suara itu dan kudapati sebuah sosok yang telah
familiar di mataku. Aku pun segera tersenyum ketika melihat sosoknya.
“Kalau begitu ayo segera beraksi!” Sahutku bersemangat.
***
“Haaahh. . . Haaah. . . Haaah. . .”
“Kau nampaknya sudah tidak bisa melawan lagi. Ini semakin jadi tidak menarik!”
“Kalau begitu apa sekarang aku bisa langsung menyelesaikannya saja, Aniki?”
“Sial! Seandainya saja aku bisa meraih pedangku, pasti aku bisa memotong rantai ini!” Gerutu WM dalam hati.
Tubuh WM yang telah dihantam berkali-kali oleh listrik bertegangan
tinggi nampaknya sudah mencapai batasnya. Dia sudah tidak dapat bergerak
lagi ataupun menghindar, napasnya pun telah tersengal-sengal dan untuk
bicarapun lidahnya mulai terasa kaku.
“Ikuze! Saatnya serangan penghabisaaaan!”
“Siapa yang akan membiarkanmu melakukan itu, hah!?”
Di saat sang adik hendak melakukan serangan terakhirnya, aku muncul
dan mengagetkan kedua kakak beradik itu sehingga gerakan mereka pun
terhenti untuk sesaat.
“Kau!? Yang membawamu itu kan. . . Nitenoid!? Bagaimana bisa!?”
“Sialan! Kalau begitu akan kuserang kau terlebih dulu!”
ZZZZZRRRT! ZZZZZZRRRT! DOOM!
Sang adik melontarkan sebuah tembakan arus listrik ke arahku, tapi
tentu saja aku yang dibantu sosok Nitenoid yang membawaku dapat
menghindar dengan mudah. Ya, seseorang yang sekarang ada bersamaku tidak
lain adalah sang Nitenoid, Falcon.
“Falcon! Saatnya melakukan “itu”!”
“Aku mengerti, Mikan-san. Armor: Change!”
“Nah, ayo beraksi sekarang! Armor: Install!”
Falcon yang merubah dirinya menjadi sebuah armor kemudian memasangkan
dirinya ke tubuhku sehingga sekarang tubuhku dilapisi dengan armor.
Perubahan ini nampaknya mengagetkan semua orang di sana, tak
terkecuali dengan WM yang menatapku antara kagum dan heran. Sementara
bagi kedua orang penjahat kakak beradik di hadapanku, mereka menatapku
dengan mata tak percaya bercampur ketakutan yang tidak terkira.
“Ke-Kenapa seorang manusia biasa dapat bergabung dengan Nitenoid!?”
“A-Aniki! Ini benar-benar berbahaya, a-apa yang mesti kita lakukan?”
“Bo-Bodoh! Kita serang dia bersama-sama! Tidak mungkin kan kita
berdua kalah melawan dia yang hanya sendirian? Lagipula sang komandan di
sana nampaknya tidak akan bergerak lagi.”
“Kalau begitu aku siap sekarang juga untuk menyerangnya. Aku duluan!”
“Cih! Bagiku biarpun sendirian ataupun kalian berdua sekaligus, itu akan sama saja!”
“Akan kubuktikan ucapanmu itu kalau begitu! Elec Dragon!”
Serangan listrik berbentuk seekor naga dilepaskan sang adik ke arahku. Tanpa panik sedikitpun, aku mengaktifkan boost di kedua kakiku dan meluncur bagaikan cahaya menghadapi serangan itu.
“Booooost Puuuuunch!”
Kepalan tanganku yang telah kulipatkan kekuatannya berkali-kali dengan boost
kuarahkan tepat ke arah naga listrik milik sang adik sehingga saling
beradu. Awalnya serangan listrik itu nampak lebih kuat, tapi kemudian
listrik itu terserap menuju ke lengaku dan sekarang seluruh tanganku
dialiri listrik dengan tegangan tinggi.
ZZZZZZZRRRT! DHUAAAAAAR!
Pukulan listrikku menghantam sang adik dengan telak dan dengan segera
tubuhnya disengat oleh listrik tegangan tinggi miliknya sendiri. Dengan
menerima serangan telak seperti itu, dia pun dapat dilumpuhkan dengan
mudah dan tidak dapat bergerak lagi untuk sementara waktu.
Melihat semua itu, tentu saja membuat sang kakak merasa marah.
Kemudian, dia pun mencoba mengeluarkan rantai miliknya untuk menjeratku.
Tapi, belum sempat dia menarik keluar rantainya, aku telah berpindah
tempat ke belakangnya dan dengan sekuat tenaga aku menghantamkan tubuhku
ke tubuhnya. Hal itu tentu saja membuat tubuh sang kakak terpental ke
arah depan menuju WM yang nampaknya telah mengerti maksudku
melakukannya.
“Kau bilang egoku tinggi!? Tentu saja! Kau tahu kenapa? Karena kepalaku memang sekeras batu!”
DHUAK!
WM menghantamkan kepalanya sendiri ke kepala sang kakak. Hantaman itu
cukup kuat hingga membuat sang kakak tidak sadarkan diri dan ambruk,
bersamaan dengan itu pun rantai yang menjerat WM lepas begitu saja.
Dengan berakhirnya aksi kedua kakak beradik dan kelompok mereka itu,
maka berakhir pula petualanganku kali ini.
***
Setelah membantu WM meringkus seluruh penjahat yang merepotkan itu,
aku pun segera membebaskan Mimi meski sayang dia masih belum sadarkan
diri. Aku yakin pasti dia pun akan terkejut ketika tahu bahwa orang yang
tidak ingin ditemuinya itu kini bekerjasama denganku untuk
menyelamatkannya. Yah, meskipun WM sebenarnya datang untuk membalaskan
kekalahan anak buahnya, tapi toh dia memang sudah banyak membantu.
“Ternyata kau tidak seperti yang aku bayangkan. Kau ternyata jauh
lebih kuat dari yang aku kira, ditambah lagi semangat pantang
menyerahmu, pantas saja gadis itu tertarik kepadamu.” Ujar WM sembari
menghamipiriku dan melihat kondisi MImi.
“Apa yang kau katakan? Dia itu keluargaku, jangan mengatakan seolah
dia suka padaku atau sebagainya. Aku bisa menganggapnya serius, bodoh!”
“Hahaha! Ternyata di balik sikap keras kepalamu itu ada juga sifat pemalu seperti itu. Ini sangat menarik!”
“Bukan urusanmu juga kan!? Lagipula apa tidak apa kalau kita
berbicara seolah akrab seperti ini? Padahal sebenarnya kita ini musuh
kan?”
“Tenang saja. Kali ini aku akan melepaskan kalian berdua, kurasa
sekarang bukanlah saat yang tepat untuk mengambil kembali Mimi-chan.
Lagipula aku harus membereskan para berandalan ini terlebih dulu.”
“Tenang, ya? Hh! Mana bisa aku tenang kalau ada seseorang yang ingin
mengancam kebahagiaan anggota keluargaku! Aku tidak akan biarkan kau
mengambil Mimi-chan!”
“Lain kali kita bertemu, aku pastikan bahwa aku akan membawa Mimi-chan kembali.”
“Tentu saja saat itu aku akan menjadi lebih kuat lagi dari sekarang! Lihat saja! Tapi. . . Apa maksudmu dengan membawa kembali?”
“Kau akan tahu semuanya ketika saatnya nanti, termasuk tentang Time Cluster.”
“Time Cluster? Kau tahu sesuatu tentang itu? Kalau begitu beritahu aku!”
“Belum waktunya kau mengetahui semua itu. Nah, sampai nanti!”
“Tunggu dulu! Aku belum selesai bertanya!”
Sebelum aku menyelesaikan kata-kataku, WM telah menghilang masuk ke
dalam pesawatnya bersama para tahanan. Para anak buahnya membungkukkan
badannya kepadaku, lalu mereka pun menyusul WM masuk ke dalam pesawat
dan tidak lama kemudian pesawat itu pun lepas landas meninggalkanku yang
masih dibingungkan dengan segudang pertanyaan di benakku.
“Mikan-san?” Tegur Falcon mengejutkanku.
“Hai? Ada apa, Falcon?” Sahutku.
“Sudah saatnya kita kembali.”
“Hm, kau benar, Falcon. Sudah saatnya kita pulang, Mimi-chan juga
butuh istirahat. Biarlah untuk sementara pertanyaan ini mengambang. Aku
yakin suatu saat waktu pasti akan menjawab seluruh teka-teki ini.”
. .
. .
0 komentar:
Posting Komentar